Dampak Krisis Keuangan

Pelaku Usaha Kecil Paling Rentan Terimbas
Jakarta-Dampak krisis keuangan AS semakin meluas. Dunia usaha mengharapkan pemerintah bisa memaksimalkan program dan dana pembangunan yang selama ini terhambat demi meningkatkan produktivitas ekonomi domestik.

Ketua Umum Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) Erwin Aksa Mahmud menyatakan bahwa situasi kepanikan dan ketidakpastian akibat krisis global sangat mengkhawatirkan para pelaku usaha di Tanah Air.

“Pemerintah seharusnya mengambil langkah yang lebih bijak dalam mengatasi masalah yang terjadi dan menyiapkan antisipasinya. Langkah apa pun yang ditempuh pemerintah seharusnya dikomunikasikan dengan baik kepada pasar, sehingga pengusaha juga bisa bersiap diri, ” ujarnya dalam jumpa pers di Plaza Sentral, Rabu (8/10).

Menurut Erwin, terdapat tiga perhatian utama pengusaha dalam situasi sekarang ini, yaitu nilai tukar rupiah, tingkat suku bunga dan inflasi. Ia menjelaskan semua investor di seluruh dunia berusaha meningkatkan likuiditasnya terutama dalam dolar AS, yang tentunya membuat rupiah tertekan dan tingginya inflasi.

Dalam kesempatan tersebut, pihaknya juga tidak sependapat jika pemerintah menaikkan suku bunga bank untuk alasan mempertahankan rupiah yang membuat dunia usaha makin tercekik. “Kenaikan suku bunga bukan solusi yang terbaik, karena terbukti tidak mampu meredam inflasi,” tuturnya.

Menurutnya, kondisi saat ini bisa difokuskan untuk menggenjot kapasitas produksi Indonesia di bidang energi dan pangan secara efektif dan efisien. Tak hanya itu, katanya lagi, fokus tersebut harus dibarengi dengan perbaikan infrastruktur, penciptaan lapangan kerja, pengembangan sektor riil dan penumbuhan sektor UKM. “Jangan sampai pelaku UKM yang dikorbankan, karena itulah yang menjadi inti dari aktivitas perekonomian domestik,” tandasnya.

Lebih jauh ia mengatakan, supaya kita jangan terlalu panik menghadapi kondisi akibat krisis yang terjadi karena nanti bisa kehilangan fokus penyelesaiannya. Erwin menuturkan, dampak krisis keuangan AS hanya terbatas di pasar modal dan sektor keuangan, sementara pertumbuhan ekonomi Indonesia selama ini sangat tergantung pada aktivitas domestik.

“Saat ini Indonesia memang belum tergolong menghadapi krisis, tapi kita tidak boleh lengah,” katanya. Yang terpenting, tambahnya, kita jangan sampai kehilangan fokus dan harus tetap optimistis dapat melewati dampak krisis tersebut.



sumber : http://www.sinarharapan.co.id/berita/0810/09/eko01.html

Krisis Dunia Harusnya Untungkan Indonesia

JAKARTA: Krisis ekonomi dunia akibat lonjakan harga minyak bumi dan bahan pangan seharusnya menguntungkan, bukan malah membuat perekonomian Indonesia ikut terpuruk.

"Indonesia mengalami paradoks," kata Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI Ginandjar Kartasasmita pada seminar "Investasi di Indonesia Pasca-Otonomi Daerah: Peluang dan Tantangan" di Cibinong, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Kamis.

Ginanjar menyatakan, pada saat harga minyak bumi dan bahan pangan mengalami kejatuhan, Indonesia serta-merta menderita, sebaliknya, pada saat harga mengalami kenaikan, Indonesia juga turut menderita.

Menurut dia, seharusnya Indonesia tidak mengalami keterpurukan akibat kenaikan harga minyak bumi dunia yang sudah jauh melampaui 100 dolar per barel saat ini (mendekati 120 dolar-red) jika Indonesia mampu memacu produksi minyaknya.

Kenaikan harga minyak bumi dunia, menurut Ginanjar, hanya dianggap sebagai gejolak ekonomi biasa oleh negara-negara penghasil minyak bumi lainnya.

"Mereka tidak terpuruk seperti Indonesia, karena jauh-jauh hari telah melakukan kebijakan diversifikasi energi," katanya.

Jika negara lain dapat mengatasi dampaknya melalui pengembangan energi alternatif, Indonesia justru terbelenggu kenaikan harga minyak bumi yang terus membubung dan jumlah potensinya yang semakin lama semakin berkurang.

"Padahal, banyak sumberdaya energi alternatif yang tidak kita manfaatkan," kata Ginandjar.

Demikian pula, Ginanjar berpendapat, kenaikan harga bahan pangan dunia seharusnya juga tidak membuat Indonesia ikut terpuruk, mengingat krisis bahan pangan biasanya melanda negara-negara yang tidak memiliki sumberdaya pertanian.

"Indonesia adalah negara yang memiliki sumberdaya pertanian. Seharusnya, krisis pangan dunia kita sambut dengan kebahagiaan," katanya.

Banyak negara yang memiliki sumberdaya pertanian yang bergembira karena permintaan bahan pangan dari negara-negara yang mengalami krisis pangan semakin bertambah dan melonjak. Contohnya, Brasil dan Thailand menikmati krisis pangan yang semakin langka dan mahal.

"Petani-petani mereka mendadak kaya, " tutur Ginanjar.

Harus kreatif.

Di tengah situasi dan kondisi yang merupakan paradoks, lanjut Ginanjar, pemerintah, baik di pusat dan daerah dituntut berkreasi dan berinovasi untuk memenuhi kebutuhan rakyat jangka pendek dan panjang antara lain, mengembangkan kerangka regulasi dan investasi dengan mengurangi hambatan dan mengambil terobosan agar ekonomi rakyat menguat.

Dewasa ini, kata Ginandjar, sedang terjadi perubahan fundamental besar-besaran yang mempengaruhi struktur dan karakteristik ekonomi.

Perubahan pertama yang berdampak terhadap perekonomian nasional adalah globalisasi dan liberalisasi perdagangan, atau berarti pasar luar negeri semakin terbuka bagi produk-produk Indonesia.

Sebaliknya pasar dalam negeri semakin terbuka bagi produk-produk asing, termasuk modal, teknologi dan gagasan.

Perubahan kedua, sambungnya, brkaitan dengan dinamika perekonomian nasional, yaitu transformasi struktur dari tradisional ke modern dan dari agraris ke industri. Transformasi ini dengan sendirinya mempengaruhi pola produksi dan konsumsi rakyat serta permintaan barang dan jasa juga meningkat dan beragam, baik volume, jenis maupun mutu.

"Untuk bisa memanfaatkan kesempatan ditengah perubahan fundamental besar-besaran itu, syarat yang harus dipenuhi adalah peningkatan daya saing dan wira usaha, " kata mantan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) yang meliberalisasi investasi di Indonesia sehingga meningkat dekade 80-an dan 90-an tersebut.

Lebih jauh Ginanjar mengemukakan, reformasi yang menghasilkan desentralisasi dan otonomi daerah merupakan kesempatan setiap daerah untuk mengambil keputusan dan kebijakan investasi yang menguntungkan daerah masing-masing karena telah menciptakan peluang bagi daerah guna berkembang sesuai realitas daerah setempat.

Ginandjar Menambahkan, agar semakin berperan, daerah harus mengembangkan "comparative advantage" dan "competitive advantage". Seiring perkembangan dan kemajuan, kedua jenis manfaat itu akan mengalami konvergensi karena secara bertahap konsep "comparative advantage" akan tergeser oleh "competitive advantage".

ClixMX.com


IndoBanner Exchanges